Wednesday, December 30, 2015

Penyakit Skabies Pada Anak

Penyakit Skabies Pada Anak- Unsur penting dalam konsep penyakit adalah pengukuran bahwa penyakit tidak melibatkan perkembangan bentuk kehidupan baru secara lengkap, tetapi lebih merupakan perluasan atau distorsi dari proses-proses kehidupan normal yang ada pada individu. Meskipun pada kasus penyakit yang jelas menular, dimana tubuh secara harfiah diinvasi, agen menular itu sendiri tidak merupakan penyakit itu, tetapi hanya berperan menimbulkan perubahan-perubahan pada subyek yang skhirnya diwujudkan sebagai penyakit. Jadi, penyakit sebenarnya adalah sejumlah proses fifiologis yang sudah diubah.

Skabeis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sasrcoptes scabiel varian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung. Pada tahun 1987, Benomo menemukan kutu skabies pada manusia. Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua umur. Insiden sama pada pria dan wanita.

Skabies juga dapat diartikan sebagai penyakit kulit yang mudah menular, yang ditimbulkan oleh kutu sasrcoptes scabiel dalam terowongan stratum corneum. Penyakit kulit menular ini juga disebabkan infestasi dan sensitisasi terhadap sasrcoptes scabiel varian hominis dan produknya. Sinonim penyakit ini adalah kudis, buduk, gudik atau agogo.

Cara penularan penyakit skabies adalah melalui kontak langsung (kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-lain. Penularan biasanya oleh sasrcoptes scabiel betina yang sudah dibuahi atau bentuk larva. Dikenal pula sasrcoptes scabiel var. animals yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama yang memiliki binatang peliharaan seperti Anjing. 

Penyakit ini menyerang semua kelompok usia dengan insiden tertinggi pada anak usia sekolah dan remaja. Penularan dapat secara kontak langsung (kulit dengan kulit) atau secara kontak tak langsung yaitu dengan perantaraan pakaian, handuk, dan alat tidur. Oleh karena itu skabies sering menyebar dalam anggota keluarga, dan alat tidur. Oleh karena itu skabies sering menyebar dalam anggota keluarga, satu asrama, kelompok anak sekolah, partner seksual bahkan satu dusun atau desa. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit ini antara lain kepadatan penduduk, kemisinan, higienis yang yang jelek, mobilitas penduduk, promiskuitas dan kesalahan diagnosis.

Skabies ditularkan oleh kutu betina yang telah dibuahi, melalui kontak fisik yang erat. Penularan melalui pakaian dalam, handuk, sprei, tempat tidur, perabot rumah, jarang terjadi. Kutu dapat hidup diluar kulit hanya 2-3 hari dan suhu kamar 210C dengan kelembaban relatif 40-80%.
Insiden skabies di Negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemi dan permulaan edemi berikutnya kurang lebih 10-15 tahun.

Beberapa faktor yang dapat membantu penyebarannya adalah kemiskinan, higiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi, ekologi, dan derajat sensitasi individual.

Penyakit skabies merupakan penyakit yang sama seperti penyakit lainnya yang membutuhkan pengobatan agar cepat sembuh. Pengobatan adalah bentuk pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk menghentikan proses perjalanan suatu penyakit pada seseorang, sehingga penderitaannya dapat hilang. Tujuan pengobatan secara umum adalah meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan masyarakat di Indonesia. Adapaun secara khusus tujuan pengobatan adalah terhentinya proses perjalanan penyakit yang diderita seseorang, berkurangnya penderitaan seseorang karena sakit, tercegahnya dan berkurangnya kecacatan, merujuk penderita ke fasilitas diagosa dan pelayanan yang lebih canggih.

Semua yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk pasangan seksnya. Ada bermacam-macam pengobatan anti skabies, yaitu: Benzene heksaklorida (lindane), Sulfur, benzibenzoat (crotamiton), Monosulfiran, Malathion, dan Permethrin 

Sedangkan pengobatan skabies untuk bayi, anak, ibu hamil dan menyusui sebaiknya tidak menggunakan lindane oleh karena diabsorbsi lewat kulit dan berakibat neurotoksik. Crotamiton tidak mempunyai efek sistematik sehingga dapat digunakan dalam kelompok bayi, anak, ibu hamil dan menyusui dengan tingkat keberhasilan 70%. Jika gagal crotamiton maka pemberian permethrin merupakan keharusan, bahkan dapat digunakan untuk bayi di atas 2 bulan.

Pada umumnya setelah diberi pengobatan, pasien tidak menularkan penyakitnya. Pasien kadang masih merasa gatal walaupun tungau sudah mati. Hal ini karena reaksi hipersensitivitas yang tidak segera hilang. Penggunaan hidrokortison dalam krotamiton krim dapat menekan rasa gatal. Apabila pasca pengobatan rasa gatal masih ada, dapat diterapi dengan kortikosteroid jangka pendek. Skabies rasa gatal masih ada, dapat diterapi dengan kortikosteroid jangka pendek. Skabies yang disertai infeksi sekunder dapat diterapi dengan antibiotika.

Hal-hal yang mungkin dapat menjadi penyebab kegagalan pengobatan adalah: adanya reinfestasi, pengobatan tidak dilakukan dengan baik, adanya resistensi tungau terhadap obat, dan adanya imunosupresi .

Jika seseorang menderita skabies maka setiap anggota keluarga harus diobati. Kebersihan perorangan merupakan hal yang paling penting. Mandilah dangan ganti pakaian setiap hari. Cucilah semua pakaian dan perlengkapan tempat tidur serta jemurlah di bawah sinar matahari. Buatlah salep dari lindane (gamma benzene hexachlorida) dan Vaseline (petroleum jelly).

ARTIKEL TERKAIT
Pentingnya Kedekatan Orang Tua Dengan Anak
Cacar Air
Demam Pada Anak
Air Bersih
Sikap Seseorang Terhadap Masalah Kesehatan

0 komentar:

Kolom tanya ahli

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com